Sidang WTO dalam Tiga Babak
Pada hari Selasa, 17 Desember 2018, Jurusan Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman mengadakan simulasi sidang World Trade Organization (WTO) yang terakhir sekaligus menjadi sidang formal yang kedua. Sebelumnya, Jurusan HI telah mengadakan dua sidang, yaitu sidang informal yang diadakan pada tanggal 3 Desember 2018 dan sidang formal pertama tanggal 10 Desember 2018 di Ruang Sidang FISIP Unsoed. Sidang ini diikuti oleh mahasiswa hubungan internasional angkatan 2017 dibantu oleh 12 asisten praktikum yakni Annisa Dwiana Putri (2016), Nafarani Guswanti (2016), Salma Adilla Hanifa (2016), Tika Putri Rahmadani (2016), Pramudya Baskoro (2016), Ressa Putri Munggaran (2016), Haryanto (2016), Ika Aprilia (2016), Astari Feninta (2016), Guntur B. Aruman (2016), Irham Noor Z. (2016), dan Bhilla Aliffitria (2015).
Sidang ini membahas topik “Trips Safeguard on Pharmaceutical Trade” dan terdiri dari tiga blok, yakni blok negara maju, negara industri baru, dan negara berkembang. Selain untuk memenuhi nilai mata kuliah Ekonomi Politik Internasional, sidang ini juga dilakukan untuk melatih kemampuan diplomasi setiap mahasiswa HI. Dalam sidang ini, setiap mahasiswa merepresentasikan dirinya sebagai delegasi dari sebuah negara dan berusaha mempertahankan kepentingan negara masing-masing. Di akhir sidang ini, terdapat agenda pembahasan draft resolution atau resolusi dari topik yang dibahas. Setelah melewati lobi-lobi dan voting dari setiap delegasi, akhirnya draft resolution dimenangkan oleh Brazil and alliance yang merupakan aliansi gabungan antara negara industri baru dan negara berkembang.
Di akhir sidang, para asisten praktikum menunjuk delegasi terbaik dari setiap blok. Dari nominasi yang ada (yaitu United Kingdom, Russia, Iceland, South Africa, Malaysia, Turkey, Costa Rica, Nigeria, Chile), delegasi terbaik yang terpilih adalah Iceland, Malaysia, dan Nigeria. Selamat kepada para delegasi terbaik!
Mudah-mudahan simulasi sidang WTO memberikan ilmu dan praktek yang bermanfaat bagi para mahasiswa yang terlibat dalam proses ini. HI hebat!


Pada tanggal 11 sampai 15 November 2018, Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (KOMAHI) Universitas Jenderal Soedirman mengadakan Pertemuan Nasional Mahasiswa Hubungan Internasional se-Indonesia (PNMHII) yang ke-30 di Purwokerto, Jawa Tengah. KOMAHI mengerahkan lebih dari 200 orang panitia untuk menyukseskan penyelenggaraan acara. Pertemuan tersebut dihadiri oleh 370 mahasiswa lebih dari 60 universitas yang ada di seluruh Indonesia, dari Indonesia bagian barat sampai Indonesia bagian timur.
Pada hari Selasa, 6 November 2018, Jurusan HI Universitas Jenderal Soedirman mengadakan lokakarya akademik di Table Nine Kitchen. Lokakarya ini merupakan upaya jurusan untuk melakukan peninjauan dan perbaikan dalam bidang akademik. Lokakarya akademik ini dihadiri oleh para dosen dan mahasiswa Jurusan HI. Wakil Dekan III FISIP Bapak Ahmad Sabiq berkenan memberikan sambutan dan membuka acara mewakili Dekan yang berhalangan hadir.

Dalam paparannya, Ibu Tunjung Linggarwati, M.Si menyampaikan kiat-kiat supaya produk gerabah dari Pejagatan diminati oleh masyarakat dan pembeli. Tidak hanya itu, personalitas para perajin atau pengurus bagian pemasaran juga memegang peranan penting, seperti keramahan dan kesediaan untuk menjawab semua pertanyaan dan permintaan pembeli. Regenerasi juga merupakan isu yang tidak kalah penting, supaya kearifan lokal gerabah Pejagatan bisa terus terjaga. Paling tidak, para pemuda bisa berperan dalam pemasaran menggunakan dunia internet.
Salah satu dosen Jurusan Hubungan Internasional (HI), Sri Wijayanti, M.Si, lolos seleksi untuk mengikuti program pelatihan singkat di Belanda. Program ini merupakan Program Short Course LN Gel-2 Bidang Social Sciences and Humanities dan Spiritual Pedagogy tahun 2018 yang diselenggarakan oleh Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) RI.
Pada tanggal 26 September 2018, salah seorang staf pengajar Jurusan Hubungan Internasional, Nuriyeni K. Bintarsari S.IP MA, telah mempresentasikan makalah ilmiahnya yang berjudul The Cultural Genocide in Australia: A Case Study of the Forced Removal of Aborigine Children From 1912-1962. Nuriyeni menjelaskan dan menganalisis mengenai praktek pengambilalihan paksa anak-anak Aborigin dari keluarga untuk diadopsi oleh keluarga-keluarga kulit putih di Australian, atau bahkan dimasukkan ke dalam sekolah khusus yang dikelola oleh pemerintah Australia pada waktu itu.