Kuliah Praktisi: Pengalaman Dr. Ito Sumardi, Duta Besar Indonesia untuk Myanmar 2014-2019

Jurusan Hubungan Internasional (HI) kembali mengadakan kuliah praktisi. Kali ini, pembicara yang didatangkan ke Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) adalah Dr. Ito Sumardi, Duta Besar Indonesia untuk Myanmar 2014-2019, dengan moderator dosen Jurusan HI Tundjung Linggarwati, M.Si. Beliau pernah menjabat sebagai kepala badan reserse dan kriminal (Kabareskrim) Polri dan saat ini juga menjadi komisaris perusahaan besar Indonesia seperti JAPFA yang memiliki beberapa cabang di luar negeri. Dalam mengemban jabatan sebagai duta besar, Dr. Ito Sumardi pernah dianugerahi Hassan Wirajuda Award sebagai bentuk penghargaan atas prestasi-prestasi beliau.

Pada tanggal 16 Oktober 2019, di aula FISIP, Dr. Ito Sumardi menyampaikan pengalamannya sebagai duta besar Indonesia yang membawa visi-misi politik luar negeri Indonesia di Myanmar. Acara ini dibuka oleh Ketua Jurusan Dr. Agus Haryanto, Dekan FISIP Dr. Jarot Santoso, dan Wakil Rektor II Dr. Kuat Puji Prayitno. Di awal paparannya, Pak Ito menyampaikan bahwa Indonesia memiliki visi nasional yang terkait dengan pangan, energi, maritim, industri, dan infrastruktur. Dari kelima visi tersebut, prioritas pemerintah adalah ekonomi. Hal itulah yang beliau pegang ketika menjadi duta besar, yaitu meningkatkan perdagangan Indonesia dengan Myanmar.

Myanmar merupakan negara yang sangat penting bagi Indonesia. Myanmar, misalnya, mendukung kemerdekaan RI. Myanmar juga memiliki potensi sumber daya alam yang sayangnya belum dimanfaatkan secara optimal oleh pengusaha Indonesia. Sementara itu, peran dan jasa Indonesia sangat besar dalam hal demokrasi dan pemilu. Indonesia juga menentang sanksi ekonomi terhadap Myanmar.

Pak Ito menceritakan bahwa Myanmar merupakan negara yang memiliki kemampuan luar biasa dalam hal pertanian, misalnya mengenai produksi beras. Myanmar juga tempat yang aman, tidak seperti yang diberitakan. Orang-orang Myanmar sangat hormat dan sopan terhadap orang Indonesia. Ketika masalah Rohingnya membuat situasi Indonesia bergolak, terutama dari sisi kelompok Islam, Indonesia berinisiatif untuk membantu menyelesaikan persoalan. Namun, Indonesia tidak mau hanyut dalam opini Organisasi Kerja Sama Islam dan masyarakat yang mencap buruk pemerintah Myanmar.

Dalam menangani isu Rohingya di Myanmar, diplomat Indonesia menggunakan strategi seperti constructive engagement, megaphone diplomacy, inclusive approach, dan prinsip non-intervensi. Indonesia tidak hanya berniat membantu Rohingya, tetapi juga ingin membantu Myanmar lepas dari masalah tersebut. Oleh karena itu, Myanmar menyambut baik saran dan bantuan Indonesia.

Mudah-mudahan acara ini membawa kerja sama yang lebih erat antara Kementerian Luar Negeri RI dan Jurusan HI. Pak Ito sendiri mendorong Jurusan HI untuk menjalin MoU dengan Kemenlu RI agar mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman bisa magang di berbagai KBRI di seluruh dunia. HI hebat!

buy visio professional 2016