Menikmati Ramadhan di Jurusan HI: Kuliah Pariwisata dan Batal Puasa Bersama

Pada tanggal 23 Mei 2018, Jurusan HI dan Soedirman Center Global Studies melakukan kolaborasi dengan mengadakan kuliah bersama mengenai pariwisata internasional di Ruang Sidang FISIP. Acara ini merupakan inisiatif dari kuliah Pariwisata Internasional untuk mengadakan kuliah bersama yang lebih terbuka dibarengi dengan buka puasa bersama. Pembicara kuliah bersama ini merupakan kolaborasi staf pengajar dari dua jurusan, yaitu Ibu Tundjung Linggarwati dari Jurusan HI dan Pak Dodit Bambang Widodo dari Jurusan Komunikasi. Kuliah bersama ini diikuti mahasiswa berbagai angkatan di jurusan HI.

Kuliah ini lebih menekankan mengenai bagaimana pariwisata bersinggungan dengan hubungan internasional. Sebagai sebuah kebijakan negara, pariwisata memberi dampak positif maupun negatif. Pariwisata memberi dampak positif dalam hal masuknya arus turis mancanegara. Dampak negatif yang ada, misalnya, prostitusi dalam pariwisata internasional.

Salah satu hal yang kita senangi dalam pariwisata internasional adalah mengenai kuliner. Jika Indonesia fokus pada menambah destinasi, menambah jumlah kunjungan, dan memperbaiki infrastruktur, negara-negara lain seperti Korea menghadirkan kuliner mereka di sini. Kita merupakan turis pasif bagi mereka.Dengan strateginya, Korea berusaha menghadirkan suasana kuliner di Indonesia. Sama dengan Korea, negara-negara seperti India, Vietnam, dan Malaysia mengeluarkan kebijakan yang sesuai dengan hambatan dan kelebihan yang mereka miliki.

Usai kuliah, para pembicara dan peserta mengadakan buka puasa bersama. Semoga acara ini bermanfaat bagi kita semua. Ke depan, anak-anak muda Indonesia harus lebih banyak berpetualang ke luar negeri. HI hebat!

Jurusan HI x Kemenlu RI: Politik Luar Negeri Indonesia dan Persoalan Papua Barat

Soedirman Center for Global Studies (SCGS) Hubungan Internasional Unsoed menggelar seminar nasional bertajuk “West Papua, Melanesian Spearhead Group dan Politik Luar Negeri Indonesia” pada hari Selasa, 15 Mei 2018. Acara yang diadakan pukul 09.00 – 13.00 WIB ini mengusung diskusi mengenai peran dan arah kebijakan luar negeri Indonesia dalam sub-kawasan pasifik, terutama terhadap Melanesian Spearhead Group (MSG) terkait posisinya mengenai isu Papua Barat. Nurul Azizzah Zayzda selaku moderator memandu diskusi yang mendatangkan tiga pembicara; Rossy Verona selaku Sekretaris Direktorat Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementrian Luar Negeri, Andre Omar Siregar sebagai Direktur Kerjasama Intrakawasan dan Antar Kawasan Asia Pasifik dan Afrika Kementrian Luar Negeri, beserta Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman, Sri Wijayanti.

Seminar nasional ini dimulai dengan sambutan yang dibawakan oleh Dekan FISIP Unsoed, Bapak Djarot Santoso yang mengingatkan peserta akan pentingnya wilayah Papua Barat yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, dan karenanya perlu dijaga agar tidak jatuh kedalam belenggu pihak asing. Tidak lupa dalam kesempatan kali ini, panitia mengajak segenap hadirin untuk sejenak mengheningkan cipta dan memanjaatkan doa bagi para korban peledakan bom yang terjadi di berbagai tempat dalam beberapa hari terakhir. Sebelum materi diskusi disampaikan, pihak Kementrian Luar Negeri mengadakan kuis ringan dengan berbagai hadiah suvenir bagi para mahasiswa yang hadir untuk mencairkan dan menghangatkan suasana diskusi.

Diskusi kemudian dibuka dengan pemaparan oleh Ibu Rossy Verona yang menjelaskan mengenai tugas-tugas seorang diplomat, termasuk promoting, protecting, representing, reporting. Diplomat dapat diibaratkan sebagai petugas “marketing” dimana perannta adalah menjual dan menawarkan “produk-produk” Indonesia ke luar negeri dengan mengutaman prioritas politik luar negeri Indonesia.  Salah satu area “marketing” indonesia adalah kawasan pasifik, yang berisi negara-negara kecil dengan populasi sedikit. Di kawasan ini terdapat perusahaan-perusahaan Indonesia, namun masih kecil. Yang ingin dijelaskan Indonesia adalah bahwa mereka (pasifik) memiliki sumber daya melimpah, sehingga harus dapat dimanfaatkan. Disini Indonesia dapat memberikan manfaat teknologi dalam pengolahan sumber daya tersebut.

Berbicara mengenai kawasan pasifik, Bapak Andre Omar Siregar memaparkan peran Indonesia dalam kawasan pasifik, termasuk mendorong terbentuknya kerjasama Indo-Pasifik. Indonesia, sebagai negara yang cukup besar dan semakin berpengaruh, harus berhadapan dengan negara-negara dari kawasan lain–negara-negara besar–yang berniat melakukan ekspansi secara ekonomi dan pengaruh tertutama di kawasan-kawasan sekitar Indonesia. Melihat peningkatan peran Indonesia, maka negara-negara lain pun bersaing untuk masuk dan memberikan pengaruh pada negara-negara kecil di sekitar Pasifik. Negara-negara Melanesia membutuhkan bantuan, tapi mereka enggan meminta bantuan kepada negara-negara besar seperti Australia yang mengajukan banyak persyaratan. Indonesia kemudian berpeluang untuk menjadi big brother dari negara-negara Melanesia; sebagai “tetangga” yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk membantu sub-kawasan ini. Namun, Indonesia harus dapat memilah dan membatasi agar kerjasama tidak merugikan, terutama terkait dengan isu separatisme Papua Barat. Jangan membiarkan satu kelompok kecil memberikan tekanan kepada Indonesia untuk memperbolehkan separatisme. Apalagi, negara atau kelompok yang mendukung separatisme ini sebenarnya tidak pada posisi dimana mereka dapat membantu diri mereka sendiri, apalagi negara lain, termasuk negara baru yang muncul akibat dari separatisme.

Berbeda dengan kedua pembicara yang menyampaikan pemaparan dari sudut pandang Indonesia, Ibu Sri Wijayanti melihat isu Papua Barat dari sudut pandang Melanesia Spearhead Group yang dikupas melalui kacamata konstruktivisme. Pada sesi ini diterangkan bagaimana ULMWP (United Liberation Movement for West Papua) melakukan perjuangan melalui MSGdengan statusnya sebagai observer MSG. Diterimanya kelompok ini sebagai observer dapat dlihat sebagai semacam pengakuan dari MSG kepada gerakan separatis Papua Barat. MSG inilah yang kemudian memiliki peranan untuk mengajukan isu-isu HAM di Papua Barat dalam forum internasional seperti sidang PBB. Yang perlu dilihat lebih lanjut adalah bagaimana MSG kemudian melihat kelompok ULMWP ini kedepannya; apakah sebagai kawan maupun lawan. Baik dilihat dalam konteks identitas maupun norma, MSG memandang bahwa Papua Barat bebas mendapatkan kemerdekaan karena Papua Barat adalah bagian dari Melanesia (alih-alih Indonesia). Apalagi MSG juga meyakini bahwa pelanggaran-pelanggaran HAM memang terjadi di wilayah ini, Maka disini dapat disimpulkan bahwa MSG mengakui dan merangkul ULMWP sebagai saudara di wilayah Pasifik.

Dengan dikemukakannya materi dari berbagai kajian dan sudut pandang, acara diskusi berlangsung dengan sangat dinamis, dimana mahasiswa peserta berebut untuk mengajukan berbagai pertanyaan dan mengemukakan pendapatnya. Terlebih peserta tidak hanya datang dari kalangan HI Unsoed, namun juga dari mahasiswa Universitas Peradaban dan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga. Pemikiran-pemikiran dari mahasiswa asal Papua sendiri menambah masukan yang dinamis dan berimbang bagi diskusi pada seminar nasional ini. Melalui acara ini, diharapkan kajian-kajian mengenai Asia-Pasifik dan kebijakan luar negeri Indonesia dapat terus berkembang, melihat antusiasme dan peran aktif yang ditunjukkan oleh para mahasiswa. Semoga dengan terselenggaranya acara ini, kualitas akademisi HI semakin meningkat dan kesatuan NKRI tetap terjaga!

 

Pernyataan Sikap Jurusan Hubungan Internasional UNSOED atas Aksi Terorisme di Indonesia

Seminar Nasional: Respon Negara Kawasan Atas Inisiatif Tiongkok dalam “Belt and Road Initiative”

Jurusan Hubungan Internasional (HI) kembali mengadakan seminar nasional. Pada tanggal 8 Mei 2018, Jurusan HI mendapatkan kesempatan untuk berbagi ilmu dengan Pak Yudi Sutanto, Ph.D. Dalam seminar yang diinisiasi oleh Soedirman Center of Global Studies ini, sebagai tandem Pak Yudi Sutanto, hadir pula Dr. (Cand.) Arif Darmawan sebagai pembicara, staf pengajar Jurusan HI yang tengah menyelesaikan disertasi di Universitas Padjajaran. Dalam sambutannya, Agus Haryanto, Ph.D selaku Kepala Soedirman Center Global Studies menyampaikan bahwa seminar nasional ini merupakan satu bagian dari keinginan Jurusan HI untuk menyelenggarakan kegiatan sebanyak-banyaknya demi menambah pengetahuan pengajar dan mahasiswa Jurusan HI.

Pembicara pertama seminar ini, Dr. (Cand.) Arif Darmawan, lebih menguraikan mengenaik proyek Tiongkok yang dinamakan Belt and Road Initiatives (BRI). Beliau menyatakan bahwa selama ini Tiongkok cenderung main aman dalam hubungan internasional. Seolah-olah Tiongkok tidak punya ambisi. Bersamaan dengan itu, Tiongkok merupakan negara yang kuat secara ekonomi, industrinya mulai maju, dan kapabilitas militernya terus meningkat meningkat. Meski demikian, Tiongkok berusaha lebih humble daripada, misalnya, AS yang menganggap diri sebagai hegemon. Tiongkok ingin menghidupkan kejayaan peradabaan Jalur Sutra di masa lalu melalui.

Pembicara kedua menguraikan mengenai bagaimana sebaiknya respon Indonesia atas BRI dari Tiongkok. Pak Yudi Sutanto, Ph.D menyampaikan bahwa kerja sama antara Poros Maritim Dunia dari Indonesia dan BRI dari Tiongkok sangat memungkinkan. Pada tahun 2013, Presiden Tiongkok Xi Jinping mengunjungi Indonesia dan memberitahukan mengenai One Belt, One Road (yang kemudian BRI menjadi nama resmi proyek tersebut). Pak Yudi mengaku terkejut ketika Presiden RI Joko Widodo melontarkan ide Poros Maritim di pertemuan APEC tahun 2014. Menurut beliau, kalau dua gagasan ini bisa saling bertemu, maka akan berguna untuk Indonesia. Beberapa permasalahan yang dihadapi Indonesia bisa diselesaikan dengan kerja sama dengan Tiongkok. Pada tahun 2016, pendapatan negara 900 miliar dolar atau urutan ke-16 dunia, tapi GDP hanya 3000-an rupiah. Selain itu, distribusi ekonomi tidak merata. Jalur kereta api di Indonesia juga hanya peninggalan zaman kolonial Belanda dan kebanyakan rel tunggal. Rata-rata jarak pelabuhan cuma 450 km baru ada satu pelabuhan, padahal di Jepang tiap 11 km.

Pak Yudi menyampaikan perhitungan bahwa sejak tahun 2016, dalam waktu 3 tahun tersisa, Presiden RI Joko Widodo butuh 100 miliar dollar untuk membangun infrastruktur dan peralatan laut. Padahal cadangan devisa Indonesia yang berjumlah sekitar 120 miliar hanya boleh diambil sepertiganya saja. Dengan demikian, Presiden Jokowi jelas membutuhkan investor. Di sini lah kemudian kita melihat Tiongkok. Tiongkok merupakan negara yang memiliki ekonomi terkuat ke-2 di dunia, sehingga berpotensi menjadi sumber bantuan yang bagus. Prospek-prospek yang bisa masuk dalam invetasi cukup banyak, seperti kerja sama kelautan, kawasan industri, sumber daya dan energi, pertanian, dan lain sebagainya; pembangunan jalan raya, rencana 4000 km dalam 5 tahun; serta pembangunan jalan kereta api dan lain sebagainya.

Semoga dengan terselenggaranya acara ini Jurusan HI semakin meningkat secara kualitas. HI hebat!

Presiden Diperkirakan Bahas Isu TKA dengan PM Cina

Presiden Jokowi dijadwalkan akan bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Cina, Li Keqiang, Senin (7/5). Sebelumnya diberitakan bahwa pertemuan yang mewakilkan dua negara itu akan berlangsung hari ini, namun setelah dikonfirmasi staf kepresidenan, pertemuan diagendakan esok.

Menurut Dr. Agus Haryanto, pengamat Hubungan Internasional Universitas Nenderal Soedirman, kunjungan perdana Li sebagai PM Cina ini akan membahas beberapa agenda. Setidaknya ada tiga agenda yang akan dibahas. Pertama, soal One Belt and One Road (OBOR) Initiatives. Yaitu bagaimana implementasi OBOR akan diimplementasikan di Indonesia.

“Di beberapa negara lain, rencana OBOR berubah. Nah, untuk konteks Indonesia, saya kira Cina ingin tahu kemungkinan implementasi OBOR dan melihat bagaimana reaksi Indonesia. Kedua, tentang Kereta Cepat Jakarta Bandung yang perkembangannya lambat. Saya kira ini akan masuk dalam pembahasan teknis penyebab keterlambatan proyek ini,” kata dia ketika dihubungi oleh Republika.co.id, Ahad (6/5).

Selain itu, pertemuan juga rencananya akan membahas seputar perekonomian dan perdagangan. Sejak 2017, Indonesia-Cina telah memiliki Strategic Partnership 2017 -2021. “Pada kunjungan kali ini juga kemungkinan akan membahas perkembangan kerja sama kemitraan tersebut,” tambah dia.

Untuk isu pembicaraan Tenaga Kerja Asing (TKA) Cina di Indonesia, menurut pengamat yang juga menjabat sebagai Direktur Soedirman Center of Global Studies ini, momentum pas agar kedua negara bisa membicarakannya dengan bijaksana. Presiden harusnya bisa lebih memanfaatkan agenda ini untuk perbincangan tersebut.

“Bisa dengan menawarkan proyek pembangunan infrastruktur sesuai dengan skema Indonesia. Tawarkan proyek yang memang menjadi prioritas di Indonesia. Cara ini bisa menutup perdebatan di masyarakat mengenai jutaan TKA ilegal,” tambahnya.

Masyarakat pun akan menilai bahwa pemerintah memang menegakkan aturan mengenai TKA yang masuk sesuai dengan kualifikasi dan kebutuhan yang diperlukan negara. “Itu akan menjadi jelas bila keran aduan soal TKA dibuka.”

Li terakhir kali mengunjungi Indonesia pada tahun 2008 saat masih menjabat sebagai wakil perdana menteri negara berpenduduk terbesar di dunia itu. Kunjungan Li juga menandai lima tahun kemitraan strategis dan komperehensif Indonesia-Cina dan 15 tahun kemitraan strategis ASEAN-Cina. Selama kunjungan di Indonesia nanti, Li dan Jokowi akan mengeluarkan pernyataan bersama dan menandatangani beberapa dokumen kerja sama berbagai sektor, termasuk perdagangan dan investasi.

Setelah dari Indonesia, PM Li Keqiang akan terbang ke Jepang. PM Li melawat ke Jepang atas undangan PM Jepang Shinzo Abe sekaligus menghadiri pertemuan para pemimpin Cina, Jepang, dan Korea Selatan.

Sumber: Republika.

Pelepasan Studi Ekskursi ke Thailand

Pada hari Kamis, 5 Mei 2018, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Jenderal Soedirman melepas keberangkatan mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional (HI) angkatan 2015 yang akan menjalani studi ekskursi ke Thailand. Pelepasan oleh fakultas diwakili oleh Wakil Dekan I Joko Santoso. Dalam pidatonya, Pak Joko Santoso menyampaikan bahwa para pengajar dan para mahasiswa harus menjaga nama baik Universitas Jenderal Soedirman dan mendoakan semoga acara berjalan lancar serta kembali ke Indonesia dengan selamat.

Rencananya, selama di Thailand, mahasiswa Jurusan HI akan mengunjungi Kementerian Luar Negeri Thailand dan menjalin kerja sama dengan Thammasat University. Studi ekskursi akan dipimpin oleh dua pengajar jurusan, yaitu Sri Wijayanti dan Nurul Azizah Zayzda. Studi ekskursi akan dilakukan pada tanggal 7-11 Mei 2018.

Semoga studi ekskursi ini dapat menambah pengalaman dan wawasan internasional bagi pengajar dan mahasiswa. HI hebat!

Insignia Menuju Jurnal Terakreditasi

Pada hari Kamis, 26 April 2018, para pengurus jurnal Universitas Jenderal Soedirman mengikuti pelatihan menuju jurnal terakreditasi di Fakultas Kedokteran. Pelatihan tersebut diisi oleh Pak Juni Sumarmono, Ph.D dan Pak Amin Fathoni, Ph.D. Dalam acara tersebut, Pak Juni menyampaikan informasi bahwa saat ini terdapat 431 jurnal terakreditasi di Indonesia. Untuk menuju jurnal terakreditasi, pedoman yang digunakan masih menggunakan Pedoman Akreditasi Terbitan Berkala Ilmiah tahun 2014.

Saat ini, DIKTI sangat mendorong jurnal untuk menuju status terakreditasi. Dalam acara itu, setidaknya ada dua tema pokok yang dibahas. Pertama, bagaimana asesor menilai apakah jurnal yang ada dapat menjadi jurnal terakreditasi. Kedua, mencoba evaluasi diri jurnal di Arjuna. Intinya, jurnal ilmiah harus ada peer review oleh teman sejawat. Semua artikel harus melalui proses telaah, sesederhana apa pun proses tersebut. Untuk menjadi jurnal terakreditasi, sebuah jurnal tidak harus OJS. Sistem lain bisa dipakai. Yang ditekankan di sini adalah, tidak perlu mempedulikan dulu mengenai terakreditasi atau tidak, yang penting pengelolaannya sesuai.

Setidaknya ada dua asesor yang akanmenilai jurnal kita. Pertama, asesor manajemen. Yang dinilai adalah proses pengiriman, pengelolaan, sampai kemudian jurnal terbit. Pastikan asesor ingin memastikan dewan editor mudah ditemukan. Untuk focus and scope akan dilihat keselarasan dengan judul-judul jurnal. Proses peer review harus ditulis detail. Berapa lama di editor, berapa lama di pereviu, berapa lama revisi. Biasanya dari pengiriman sampai diterima waktunya 2 bulan. Untuk mendapat nilai tinggi, pedoman penulisan kalau lengkap (ada online, bahasa Indonesia, bahasa Inggris). Sementara itu, masalah plagiarism policy bukan soal punya Turnitin, tapi jurnal harus melarang tidak boleh ada plagiat. Ada data mengenai berapa kali situs dibuka, berapa kali artikel dilihat dan diunduh, dan sebagainya.

Kedua, asesor konten. Semua artikel itu dipilih. Kalau kita ajukan 2 edisi yang terdiri 20 artikel, semua artikel akan dinilai. Tidak hanya 10% atau 20%. Dalam konteks substansi artikel, ada enam yang dinilai. Pertama, orisinal karya: ada kebaruan dari tema dan tahun pustaka yang dipakai (buku itu pustaka sekunder, harusnya jurnal ilmiah sebagai pustaka primer). Kedua, makna sumbangan bagi kemajuan ilmu, yaitu rujukan yang dipakai baru dan menggunakan artikel primer. Ketiga, nisbah sumber primer dibanding sumer sekunder (80% harus dari jurnal ilmiah sebagai pustaka primer). Keempat, pustaka mutakhir, memakai pustaka baru. Kelima, analisis sintesis, apakah artikel sudah betul-betul membahas materi. Keenam, bagaimana tulisan itu disimpulkan, bukan sekedar hasil ditulis ulang. Jadi makna dari tulisan itu.

Dalam gaya penulisan, ada lima yang dinilai. Pertama, judul artikel, yaitu judul yang memperlihatkan hasil atau informatif, dan tidak lebih dari 25 kata untuk bahasa Indonesia dan 20 kata untuk bahasa Inggris. Kedua, abstrak, ditulis dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, maksimal 200 kata. Asesor lebih suka yang rinci: latar (bisa jadi tidak ada), tujuan (rumusan masalah), metode, hasil, simpulan. Ketiga, kata kunci mencerminkan konsep penting. Hal ini memang mulai dipertanyakan karena saat ini Google bisa menemukan kata apa saja. Keempat, instrumen pendukung, seperti grafik, tabel, dan gambar yang harus informatif: tulisan jelas, petunjuk jelas, selaras dengan isi. Kelima, ke-bahasa-an, penggunaan kata baku dan kata dalam bahasa Inggris yang sudah ada dalam bahasa Indonesia.

Semoga dengan adanya acara ini, Jurnal Insignia of International Relations mampu menuju ke arah jurnal terakreditasi di tahun-tahun mendatang. HI hebat!

Dosen Jurusan HI Nuriyeni Kartika Bintarsari mengisi Diskusi Brown Bag Series di Rutgers University, Amerika Serikat

Dosen Jurusan Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman yang tengah menempuh studi di Rutgers University, Amerika Serikat, Nuriyeni Kartika Bintarsari, S.IP., M.A. menjadi pemantik diskusi berjudul “Countering Extremism in Southeast Asia: A Lesson on deradicalization and counter-radicalization programs in Indonesia.” Diskusi berlangsung di DGA Student Longe di Conklin Hall, kampus Rutgers University-Newark pada tanggal 28 Maret 2018.

Diskusi tersebut merupakan seminar pertama Brown Bag Series yang diadakan oleh Division of Global Affairs, Rutgers University-Newark-The State University of New Jersey. Diskusi Brown Bag Series dimaksudkan untuk menstimulasi diskusi mengenai isu-isu hubungan internasional terkini oleh Division of Global Affairs. Diskusi ini diharapkan dapat membantu kemampuan praktek presentasi mahasiswa sebelum konferensi-konferensi besar.

Nuriyeni Kartika Bintarsari sendiri merupakan kandidat doktor dalam departemen tersebut. Beliau merupakan penerima Fullbright Doctoral Scholarship sejak tahun 2014. Beliau menempuh strata tingkat pertama di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dalam hubungan internasional dan strata tingkat kedua di Australian National University, Canberra, Australia. Sebelumnya, beliau merupakan Australian Development Scholarship dan bagian dari Australian Global Alumni Networks.

Nuriyeni Kartika Bintarsari, S.IP., M.A. memiliki minat kajian pada area human security, terorisme, counter-terrorism, dan kajian konflik. Beliau menulis beberapa artikel mengenai komunitas politik keamanan ASEAN (Association of Southeast Asian Nations), dan tengah mendalami proyek disertasi counter-terrorism di Indonesia.

HI hebat!

Sumber: http://dga.rutgers.edu/posts/invitation-brown-bag-series-phd-candidate-nuriyeni-kartika-bintarsari-march-28th

Penyegaran Kerja Akreditasi: Menyelesaikan Borang Sambil Menikmati Suasana Waduk Penjalin

Pada tanggal 5 Februari 2018, seluruh staf pengajar Jurusan Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman melanjutkan penyelesaian borang akreditasi di luar kantor. Kali, kerja akreditasi berlangsung di Warung Betutu Bu Um, di pinggir Waduk Penjalin. Kegiatan di luar kantor ini dimaksudkan sebagai penyegaran kerja akreditasi yang menyita banyak waktu, tenaga, dan pikiran selama beberapa pekan terakhir.

Diiringi hujan yang terus turun, para staf pengajar menyelesaikan target-target yang telah ditentukan di awal rapat akreditasi. Penyelesaian borang sempat dihentikan untuk makan siang bersama, untuk kemudian dilanjutkan kembali sampai sore hari.

Jurusan Hubungan Internasional akan mengajukan permohonan akreditasi tahun ini, setelah akreditasi yang pertama lima tahun lalu mendapatkan raihan akreditasi B. Target tahun ini, Jurusan Hubungan Internasiona optimis bakal meraih akreditasi A. Oleh karena itu, kerja keras terus perlu dilakukan.

HI hebat!

Tahun Baru, Tenaga Baru: Jurusan HI Siap Berkarya

Keakraban dan kekompakan merupakan salah satu komponen yang penting dalam suatu organisasi. Oleh karena itu, pada tanggal 17 Januari 2018, Jurusan Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman berinisiatif untuk mengadakan pertemuan untuk mempererat kekeluargaan jurusan. Pertemuan tersebut diadakan di Oemah Tahu Sumedang Mang Eman, Kabupaten Banyumas.

Pertemuan berjalan dengan santai. Dalam acara tersebut, staf pengajar dan staf admin saling berbagi cerita dan informasi mengenai persiapan menghadapi tahun 2018, seperti menghadapi semester yang baru, pencapaian akreditasi, rencana studi ekskursi ke Thailand, dan kegiatan-kegiatan sepanjang tahun 2018 lainnya.

Diharapkan pertemuan dan komunikasi ini mampu membuat kerja Jurusan HI menjadi lebih efektif dan efisien. HI hebat!