Jurusan HI UNSOED Tuan Rumah Pertemuan AIHII Regional

Pertemuan AIHII Regional ini diselenggarakan oleh Jurusan Hubungan Internasional FISIP, Universitas Jenderal Soedirman sebagai ketua forum AIHII regional Jawa Tengah tahun 2016. Pertemuan AIHII regional ini dihadiri delegasi dari 7 (tujuh) universitas di Jawa Tengah yaitu Universitas Diponegoro Semarang, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Universitas Wahid Hasyim Semarang, Universitas Slamet Riyadi Surakarta, Universitas Peradaban Bumiayu. Acara ini dilaksanakan selama dua hari dengan agenda pembahasan di hari pertama adalah kurikulum dan penguatan organisasi, sedangkan agenda hari kedua adalah perumusan kesepakatan antar jurusan HI se jawa tengah dalam peningkatan kerjasama antar jurusan HI.

Pada pertemuan hari pertama adalah sidang kurikulum yang dipimpin oleh Dr. Agus Haryanto, M.Si. Sidang ini membahas bagaimana pengalaman jurusan HI se jawa tengah dalam rencana penerapan kurikulum KKNI. Melalui forum ini disepakati dibuatnya forum bersama antar dosen-dosen pengampu mata kuliah wajib untuk berdiskusi lebih lanjut. Melalui forum ini juga dapat diketahui pemetaan antar jurusan HI se jawa tengah mengenai kekhasan dan keunggulan masing-masing.

Pada pertemuan selanjutnya adalah sidang organisasi yang dipimpin oleh Muhammad Yamin, M.Si. pada pertemuan ini membahas mengenai penguatan organisasi HI se Jawa Tengah. Harapannya penguatan tidak hanya di level prodi/jurusan maupun universitas namun di tingkat nasional terutama dalam hal riset. Salah satu caranya adalah dengan membuat komitmen bersama dengan melakukan rutinitas membuat agenda regional dan dilaksanakan kerjasama tridharma antar jurusan HI.

Pertemuan hari kedua adalah pembacaan draft kesepakatan dilanjutkan dengan penandatanganan draft kesepakatan oleh perwakilan atau delegasi dari masing-masing jurusan Hubungan Internasional Korwil IV Jawa Tengah. Agenda selanjutnya adalah city tour ke Lokawisata dan Small World Baturraden, serta mengunjungi pusat oleh-oleh Banyumas di Sawangan, Purwokerto.

 

Seminar Nasional “Meninjau Kembali Diplomasi Ekonomi Indonesia Dalam Tantangan Krisis Global”

Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh oleh Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas ilmu sosial dan ilmu politik, Universitas Jenderal Soedirman ini menghadirkan tiga narasumber yakni Drs. Isman Pasha, MH, dari Direktorat Kerjasama ASEAN, Kementerian Luar Negeri, Drs. Arief Wahyudhi, MSi dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Jawa Tengah serta Dr. Agus Hariyanto, pengajar Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Jenderal Soedirman. Seminar ini dipandu oleh Elpeni Fitrah, MA, pengajar Jurusan Hubungan Internasional.

Pada kesempatan ini, Dekan FISIP UNSOED membuka acara dengan menyampaikan urgensi dari diplomasi ekonomi Indonesia bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Bagaimana melalui meja-meja perundingan Indonesia dapat meningkatkan posisi tawarnya di berbagai aspek kehidupan ekonomi.

Selanjutnya pembicara pertama Bapak Agus Hariyanto menegaskan bahwa dalam konteks hubungan internasional, negara tidak perlu diatur, pihak swasta dan negara memiliki peran masing-masing. Kita tidak dapat mengharapkan swasta, melainkan negara sebagai pengatur. Diplomasi ekonomi sementara itu sejatinya berorientasi pada pengembangan ekonomi nasional. Menurutnya pada saat ini kendala diplomasi ekonomi Indonesia terletak pada belum ditemukannya kompetensi inti industri suatu negara, lemahnya koordinasi antar departemen pemerintahan, dan kurangnya sharing informasi pasar.

Pada pemaparan Bapak Arief Wahyudhi dapat dilihat aspek mengenai informasi pasar ini, pada khususnya pada sektor UMKM. Sektor UMKM di jawa tengah jumlahnya 7,9 juta unit usaha (4,2 juta di sector pertanian dan 3,7 juta non pertanian). Ia menilai kelemahan sector ini kerika ekspor yang gagal di luar negeri karena mutu kualitas barang yang kurang. Maka mengembangkan produksi dalam negeri diperlukan dalam meningkatkan kualitas produksi dalam negeri yang dapat diekspor. Ia kemudian mengungkapkan masalah lain dimana dengan adanya subsidi ekspor, produsen ekspor hanya mengejar target subsidi ekspor bukan mengembangkan kualitas. Di sisi lain, Jawa Tengah telah membuat strategi Forum Pengembangan Ekonomi Sumber Daya dalam menjalani pilot project. Jawa Tengah menggunakan konsep cluster dalam mengembangkan UMKM. Jawa Tengah menjadi rujukan pilot projek karena melakukan pertumbuhan ekonomi yang real.

Pemaparan terakhir dari Bapak Isham Pasha menekankan kepada tenaga kerja di bawah kerangka ASEAN. Menurutnya, selama ini fokus terlalu besar diberikan kepada Masyarakat Ekonomi ASEAN, dan terlalu kecil diberikan kepada Masyarakat Sosial dan Budaya ASEAN. Padahal, aspek sosial inilah yang paling menyentuh kehidupan masyarakat. Dalam mengirim pekerja kita memberikan pendidikan dan memberikan lapangan kerja namun yang utama adalah bagaimana melindungi mereka.  Konsep “Masyarakat ASEAN” belum dapat diimplementasikan kepada seluruh negara karena masih adanya perasaan “masyarakat nasional” negaranya. Di samping itu, Negara-negara ASEAN juga memiliki perasaan takut bersaing dengan pekerja negara lain. Pada kenyataan bukan negara ASEAN yang banyak bekerja di Indonesia melainkan pekerja dari China, Korea, dan Inggris. Terakhir, ia menyampaikan bahwa bangsa Indonesia sedang kehilangan jati diri untuk membangun bangsanya untuk kemajuan bersama. Mesin Diplomasi Ekonomi utama adalah kemampuan kompetisi antara daerah untuk berkembang dan maju.

“Cita-citaku Setinggi Pohon Sawit”

Ini adalah judul yang dibuat oleh Dosen Tamu Bapak Sugiarto, ketika memantik diskusi di kuliah gabungan kelas Diaspora dan Migrasi Internasional dan kelas Transnasionalisme, keduanya diampu oleh dosen Sri Wijayanti dan Nurul Zayzda. Sugiarto dulu pernah menjadi guru di lingkungan tempat tinggal buruh migran Indonesia yang bekerja di perkebunan sawit di negara bagian Sabah, Malaysia. Tepatnya, dulu ia mengajar di dekat kota Sandakan, yakni di Telupit.

img_20161012_103506

Dalam pemantik diskusinya pada Rabu pagi 12 Oktober 2016 ini, Sugiarto bercerita mengenai pengalamannya sebagai guru di wilayah pedalaman Malaysia tersebut. Ia mengisahkan bagaimana kebutuhan guru hadir disana dimana pada tahun 1994 terjadi perubahan regulasi mengenai pendidikan anak buruh migran di Malaysia; apabila tadinya akses pendidikan di sekolah-sekolah Malaysia cukup mudah, pada tahun itu, peraturan diperketat. Regulasi baru telah menyulitkan anak-anak buruh migran asal Indonesia (BMI) dari segi dokumen dan dari segi pembiayaan. Dengan kondisi orangtua yang bekerja sebagai buruh kasar di perkebunan, tidak memungkinkan bagi mereka untuk bisa ikut bersekolah seperti anak penduduk asli.

Situasi ini mendorong sebuah organisasi non-pemerintah (NGO) Internasional asal Denmark, Humana, mendirikan sekolah Humana untuk pendidikan selevel sekolah dasar. Belakangan, pemerintah Indonesia turut membangun Community Learning Center (CLC) untuk pendidikan level sekolah dasar hingga menengah atas. Sugiarto menuturkan bahwa dari pengalamannya mengajar di tahun 2011-2015, kondisi sekolah-sekolah di lingkungan tempat tinggal BMI masih sangat membutuhkan perbaikan mulai dari segi fasilitas fisik, buku, hingga jumlah tenaga pengajar. Walau bagaimanapun, ia melihat bahwa anak-anak Indonesia disana memiliki semangat belajar yang sangat tinggi. Karena itulah selepas pulang dari Sabah dan kembali berktivitas di tanah air, Sugiarto mengupayakan pendidikan lebih lanjut bagi anak-anak itu di Indonesia.

Menurutnya lagi, salah satu kendala lain untuk pendidikan anak adalah kesadaran keluarga mengenai pentingnya pendidikan itu sendiri. Ini tidak dapat dipungkiri merupakan dampak langsung dari beratnya kehidupan buruh migran di bidang pekerjaan kasar di Malaysia. Dengan penghasilan yang kurang memadai, seringkali anak yang sudah cukup besar kemudian juga bekerja menjadi buruh di lingkungan perkebunan.

Pengantar diskusi ini kemudian disambut antusias oleh mahasiswa dengan berbagai pertanyaan dan komentar. Beberapa mahasiswa ingin mengetahui mengenai bentuk-bentuk integrasi migran asal Indonesia disana. Dalam hal ini, Sugiarto menjelaskan bahwa lingkungan tempat tinggal buruh migran terpisah dari lingkungan masyarakat lainnya, mereka tinggal di estate khusus untuk buruh, “… tapi jangan bayangkan seperti perumahan yang mewah atau kondisinya bagus ya,” selorohnya. Di samping itu, sangat sedikit space yang memungkinkan migran mempunyai ruang untuk berbudaya, sehingga pada akhirnya bentuk komunitas migran Indonesia tidak berkembang menjadi seperti Chinatown atau Little India. Beberapa mahasiswa lain kemudian ingin mendiskusikan sejauh mana peran negara, yakni pemerintah Indonesia dalam melindungi warganya yang berada di luar batas negara. Menurut Sugiarto, peran itu sudah terlihat dari upaya diplomasi yang akhirnya melahirkan CLC, dari pendanaan untuk sekolah, dan dari pengiriman guru-guru.

Lebih jauh lagi, dari diskusi ini juga dapat dipelajari bagaimana apa yang dialami anak-anak BMI di Malaysia ini merupakan dampak dari aktivitas bisnis perusahaan perkebunan sendiri. Seandainya saja pekerja dilihat sebagai mitra perusahaan, tentunya mereka tidak hanya mendapat fasilitas yang lebih layak, namun juga anak-anak menjadi tanggung jawab perusahaan. Tapi disini buruh hanya dipandang sebagai pekerja atau bawahan, sehingga anak tidak dilihat sebagai tanggung jawab, justru sebagai beban, terbukti dari masih ada perusahaan yang tidak memberi ijin pendirian CLC di lingkungannya.

Pada akhirnya, memang dibutuhkan cara pandang yang lebih luwes agar tercipta jalan keluar bagi anak-anak migran, yakni pandangan yang keluar dari kekakuan konsep negara-bangsa di zaman globalisasi ekonomi. Pandangan yang kaku dalam kasus ini menyebabkan anak-anak sulit mendapat pendidikan karena mereka menjadi warga asing yang “tidak berhak”, atau mereka menjadi warga negara yang kurang terperhatikan apakah itu karena masalah jarak, atau status sosial. Anak-anak buruh perkebunan kelapa sawit berhak bercita-cita setinggi sawit, atau malah lebih tinggi supaya mereka dapat melihat keluar dan menjelajah dunia, seperti halnya anak-anak Malaysia atau anak-anak Indonesia lainnya, seperti halnya kamu dan seperti halnya saya.

Alur Penulisan Skripsi di Jurusan HI

Berikut adalah alur penulisan skripsi untuk dipelajari mahasiswa yang akan mengajukan rencana penelitian tugas akhir.

 

bagan-alur-penulisan-skrpsi

Pelatihan Hospitality untuk Pramuwisata Kebun Raya Baturraden

Dalam rangka Pengabdian kepada Masyarakat, Jurusan Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman menyelenggarakan pelatihan hospitality pada tanggal 31 Agustus 2016 untuk diikuti oleh pramuwisata serta jajaran staf Kebun Raya Batursaden. Pelatihan ini ditujukan untuk membekali para pramuwisata dengan pengetahuan dan keterampilan dalam menyambut dan memandu pengunjung di Kebun Raya.

Pelatihan dilakukan dengan format yang menarik, dipandu oleh fasilitator Ibu Tunjung Linggarwati. Pelatihan dimulai oleh fasilitator dengan menanyakan kepada peserta apakah para peserta sudah mengenali dengan baik Kebun Raya Baturraden, mulai dari sejarah dan tujuan pendiriannya, hingga isi di dalamnya. Hal ini penting karena, tanpa sepenuhnya mengenali seluk beluk Kebun Raya, tugas menjadi pemandu akan menjadi lebih sulit. Namun, ada satu hal lagi yang tidak kalah penting selain pengetahuan mengenai objek wisata.

Disinilah Ibu Tunjung kemudian menjelaskan bahwa hospitality atau keramahtamahan adalah ruh dari pariwisata itu sendiri. Tanpa keramahtamahan, objek wisata ini tidak akan dapat dinikmati atau dirasakan manfaatnya oleh pengunjung. Keramahtamahan disini lahir ketika pramuwisata sehat jasmani dan rohani, komunikatif, ramah, mampu membawa diri dan murah senyum, pandai mencairkan suasana, solutif terhadap hal-hal yang diluar dugaan, pandai menjaga kelompok agar tetap perhatian pada objek, serta antusias.

Targetnya disini tidak hanya agar wisatawan dapat belajar di Kebun raya, namun juga merasa nyaman sehingga ingin kembali di lain waktu atau merekomendasikan tempat wisata kepada orang lain.

Mahasiswi HI Juara Mapres FISIP UNSOED

Mahasiswi Jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Jenderal Soedirman, Rifka Amalia, terpilih menjadi Juara Pertama ajang Mahasiswa Berprestasi Fisip Unsoed tahun 2016. Mahasiswi angkatan 2013 ini memiliki nilai akademik/IPK 3,67 dan seabreg kegiatan non akademis. Karya ilmiah yang ditulis berjudul ‘Potensi Diaspora Tourism untuk Meningkatkan Pariwisata Indonesia’.

Rifka mengasumsikan bahwa diaspora Indonesia dapat berperan sebagai agen promosi pariwisata Indonesia di pangung internasional sekaligus sebagai target utama pariwisata Indonesia. Data Indonesian Diaspora Network (IDN) tahun 2015 tercatat sekitar 7 juta  diaspora Indonesia tersebar diberbagai belahan dunia. Diperkirakan jumlah diaspora yang belum tercatat lebih dari angka tersebut. Hal ini merupakan potensi besar bagi laju diaspora tourism.

Kekayaan budaya Indonesia menjadi daya tarik wisatawan. Festival budaya dengan skala internasional seperti Festival Lembah Baliem, Internasional Mask Festival, Solo Batic Carnival, Tomohon Flower Festival dan lain sebagainya. Namun kelemahannya belum terdaftar sebagai agenda tourisme internasional sehingga wisatawan mancanegara sulit mendapatkan informasi mengenai festival budaya. Disinilah peran Diaspora tourism, sebagai titik penghubung bagi promosi pariwisata Indonesia secara global, tutur Rifka penuh semangat.

Mahasiswa berkerudung ini memiliki aktifitas yang sangat dinamis. Rifka selalu focus dan komitmen dalam menjalankan setiap kegiatannya. Keaktifan di organisasi dilakukan untuk mengembangkan soft skill yang mendukung kompetensi dirinya. Ketika menjadi anggota suatu organisasi akan mendapatkan soft skill seperti kepemimpinan, kerjasama, kepedulian terhadap sesama, tanggungjawab, dan sebagainya. Untuk itu, sejak duduk di Sekolah Menengah Pertama, telah aktif mengikuti organisasi, menjadi Wakil Ketua OSIS. Saat SMA, menjadi koordinator bidang Kesenian. Tidak berhenti sampai situ saja, ketika kuliah pun saya menjadi lebih aktif untuk mengembangkan softskill dengan menjadi anggota di dua organisasi, yaitu ESOF (UKM Bahasa Inggris) dan KOMAHI (HMJ HI). Di ESOF menjadi anggota Bussiness Department pada periode 2013-2014 dan anggota MUN Department pada periode 2014-2015. Di KOMAHI menjadi sekretaris divisi Eksternal periode 2014-2015. Kini, Rifka lebih focus dalam satu organisasi saja, yaitu ESOF dan menjadi Minister (Ketua) di MUN Department periode 2015-2016.

Penerima Beasiswa  dari Djarum Foundation Bakti Pendidikan 2016 ini juga aktif mengikuti beberapa kompetisi. Pada tahun 2014 Rifka sempat mengikuti kompetisi debat bahasa inggris tingkat Universitas Jenderal Soedirman, yaitu IFDC ke-15 dan menjadi Oktofinalis dalam kompetisi tersebut. Untuk meningkatkan skill kepemimpinan, public speaking, diplomasi, problem solver dan bahasa inggris, dia pun mengikuti acara MUN atau Model United Nation (simulasi sidang PBB). Acara MUN yang pernah  dikuti antara lain, JOINMUN 2014 (council : UNESCO), Soedirman MUN 2015 (council : General Assembly) dan Sidang Internpol 2015. Pada tahun ini, saya dipercaya untuk menjadi wakil FISIP dalam kompetisi Mahasiswa Berprestasi tingkat Universitas 2016, alhamdulillah mendapatkan juara harapan pertama.

Fisip Unsoed, Maju Terus Pantang Menyerah !

ditulis oleh: PSI FISIP UNSOED

Artikel asli disini

FISIP UNSOED Kirim Delegasi ke ICPM ke-4 di Kunming, CIna

Era globalisasi menuntut semakin terintegrasinya semua sektor dan aktor di dalam negara untuk meningkatkan daya saing dan pengembangan kualitasnya dalam era yang semakin kompetitif, termasuk di bidang pendidikan. Pendidikan berperan besar dalam pembangunan bangsa, sehingga peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia di sektor pendidikan khususnya Perguruan Tinggi menjadi prasyarat pengembangan kualitas pendidikan. Untuk itulah pengembangan kualitas SDM dosen dalam mewujudkan tri dharma perguruan tinggi yaitu; pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian kepada masyarakat juga menjadi poin penting.

Salah satu upaya pengembangan kualitas tenaga pendidik di tingkat universitas adalah ikut serta dan aktif dalam bidang penelitian dan publikasi ilmiah sebagai sarana penyebarluasan gagasan ilmiah dan hasil penelitian di tingkat internasional. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, beberapa dosen di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Jenderal Soedirman mengikuti konferensi internasional bertajuk “International Conference on Public Management (ICPM): Innovation in Regional Public Service for Sustainability” ke IV, 2016 di Kunming, China pada tanggal 16-17 Juli 2016. Delegasi dari FISIP UNSOED yang mengikuti konferensi ini adalah Dr. Slamet Rosyadi (Ketua Program Studi Magister Ilmu Administrasi), Dr. Sukarso (Ketua Jurusan Administrasi Negara), Dr. Tyas Retno Wulan (Dosen Jurusan Sosiologi), Abdul Rohman, M.Ag (Dosen Ilmu administrasi Negara), Niken Paramarti D, M.Si (Dosen Sosiologi), Sri Wijayanti, M.Si (Dosen Hubungan Internasional), Elpeni Fitrah, MA (Dosen Hubungan Internasional) dan Ayusia Sabhita Kusuma, M.Soc.Sc (Dosen Hubungan Internasional) [materi terlampir]. Konferensi internasional ini adalah wujud kerjasama internasional yang diinisiasi tiga perguruan tinggi di tiga negara yaitu Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) – Indonesia, Burapha University –Thailand, dan The Yunnan University of Finance and Economics – China. Konferensi internasional ICPM ini adalah agenda tahunan dari ketiga universitas sedangkan tuan rumah penyelenggaraan ditentukan secara bergilir.

Konferensi ke empat ICPM diadakan di Kunming China dan diikuti tidak hanya oleh tiga perguruan tinggi dari ketiga negara tersebut karena dalam perkembangannya, banyak universitas yang tertarik untuk ikut bekerjasama. Universitas-universitas tersebut adalah Universitas Jember (Jember, Jawa Timur), Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS Surakarta), Universitas PGRI Semarang (Semarang, Jawa Tengah) dan Universitas Diponegoro (Semarang, Jawa Tengah).

Konferensi ini menghadirkan keynote speaker yang pakar dalam bidangnya, yaitu Prof Gao Xiaoping (Executive Vice President and General Secretary of Chinese Public Administration Society), Prof. Jeryl Mumpower (Head of Department of Public Service and Adminiistration, The Bush School of Government and Public Service, Texas A&M University USA), Prof Yan Xiong (Dean of Public Management School, Yunnan University of Finance and Economics, China), Prof Likhit Dhiravegin (Fellow of the Royal Institute of Thailand in Political Science and Public Administration, Thailand), Assist. Prof. Zeger Karssen (founder of Atlantis Press), Dr. Sukarso (Head of Department of Public Administration, Universitas Jenderal Soedirman), Prof. Tang Renwu (dean of Institute of Government Management, Beijing Normal University, China), Prof Sri Suwitri (Director of Doctoral Program in Public Administration Diponegoro University, Indonesia), Dr. Himawan Bayu Patriadi (Vice Dean of University of Jember, Indonesia), Prof. Cui Yunwu (Yunnan University, China), Dr. Akmal Tanjung (Head of Cooperation and International Relation, University of PGRI Semarang, Indonesia), and Prof Ismi Dwi Astuti Nurhaeni (Dean of Faculty of Social and Political Sciences, Universitas Sebelas Maret, Surakarta).

Konferensi ICPM ke IV diadakan di Dianchi Garden Hotel, Kunming, China. Hari pertama pada tanggal 16 Juli 2016 pada sesi pertama, semua peserta mengikuti acara pembukaan, mengikuti paparan dari para keynote speakers dan foto bersama. Sesi kedua semua peserta melakukan presentasi paper nya di ruangan yang sudah ditentukan oleh panitia dan dipimpin oleh moderator. Setelah itu, sesi ketiga adalah penutup, berisi komentar dari moderator berdasarkan presentasi dan diskusi semua peserta. Pada hari kedua, semua peserta difasilitasi oleh panitia untuk melakukan kunjungan wisata ke Stone Forest Kunming dipandu oleh tour guide. Setelah semua rangkaian acara selesai, semua peserta kembali ke hotel.

Kegiatan ini sangat berkesan, Ketua Delegasi Fisip Unsoed meyatakan puas atas kinerja ketiga universitas dari tiga negara yang konsisten menyelenggarakan seminar internasional ini.  Selanjutnya ICPM ke-5 akan diselenggarakan di Chiang Mai Thailand pd 3 November 2017. Tema utamanya adalah ‘International Collaboration for Innovation in Public Management’. Dr. Sukarso berharap semakin banyak akademisi yang terlibat dan mengikuti ICPM. Perlu diketahui bahwa Prosiding terindeks Scopus dan Thompson Reuters. (Ay HI)

 

Ditulis oleh Ayusia K

Artikel asli lihat disini

Kini, Jurusan Hubungan Internasional Fisip Unsoed Memiliki Doktor

Jurusan Hubungan Internasional FISIP UNSOED secara resmi memiliki dosen berkualifikasi Doktor setelah Agus Haryanto mempertahankan disertasinya dalam sidang terbuka di Universitas Padjadjaran dalam bidang Hubungan Internasional yang berjudul, “Peran Indonesia dalam Sengketa Laut Tiongkok Selatan (1990-2014)”.  Dalam ujian tersebut, Agus Haryanto memperoleh predikat Cumlaude.

Sengketa Laut Tiongkok Selatan (LTS) selama beberapa tahun terakhir telah menyita perhatian dunia internasional. Dalam sengketa tersebut, Indonesia memiliki peran yang besar namun belum banyak mendapatkan perhatian dari para pengkaji politik luar negeri maupun resolusi konflik. Dengan dasar pemikiran tersebut, Agus Haryanto meneliti lebih jauh peran Indonesia dalam sengketa Laut Tiongkok Selatan dan menelusuri alasan Indonesia mengambil peran tersebut.

Agus Haryanto mampu mempertahankan disertasi, pada hari Jumat, 23 September 2016, dalam Sidang terbuka Senat Universitas Padjadjaran. Adapun Tim Penguji terdiri dari Prof. Dr. H. Obsatar Sinaga, S.IP, M.Si., Dr. Drs. H.R. Musyawardi Chalid, M.Si dan Prof. Dr. Dra. Aelina Surya ketiganya selaku Tim Oponen Ahli. Representasi Guru Besar diwakili oleh Prof. H. Oekan S. Abdullah, M.A, Ph.D. sedangkan selaku tim promotor yang terdiri dari Dr. Arry Bainus, MA., Prof. Drs. Yanyan M. Yani, MAIR, Ph.D dan Widya Setiabudi S, S.IP, M.Han, M.Si.

Orang Wonosobo ini melanjutkan bahwa sengketa tumpang tindih kedaulatan di Laut Tiongkok Selatan menjadi persoalan serius sejak tahun 1970-an. Kini, sengketa LTS menjadi sengketa perbatasan yang paling menarik perhatian negara – negara besar dan negara di sekitar wilayah sengketa. Hal ini dikarenakan nilai strategis kawasan itu berupa besarnya potensi energi, potensi perikanan, serta tumbuhnya nasionalisme di negara – negara sekitar LTS.

Secara teoritis, penelitian ini memberikan gambaran mengenai perilaku Indonesia dalam konflik yang melibatkan banyak negara dengan menggunakan teori peran. Indonesia, sebagai salah satu anggota ASEAN, sebenarnya telah mengupayakan penyelesaian sengketa di LTS sejak tahun 1980-an. Indonesia berperan aktif dalam penyelesaian sengketa dengan dua cara yaitu jalur pemerintah dan jalur non pemerintah. Pemerintah Indonesia secara resmi turut andil dalam mengusulkan Declaration of Conduct (DOC) 2002 dan disempurnakan dengan kesepakatan Code of Conduct (COC) ditandatangani ASEAN dan Tiongkok tahun 2012.

Strategi kedua yang digunakan pemerintah dalam menyelesaikan sengketa adalah jalur non pemerintah atau seringkali disebut second track diplomacy. Indonesia telah menjadi sponsor dalam lokakarya pertama mengenai Laut Tiongkok Selatan pada tanggal 22-24 Januari 1990 di Bali. Lokakarya pertama itu disusul oleh lokakarya di Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Anyer. Lokakarya ini mendapat sambutan yang cukup baik, terbukti dari kehadiran keenam negara yang terlibat saling klaim LTS. Bahkan inilah satu – satunya forum dimana Tiongkok bersedia membicarakan sengketa Laut Tiongkok Selatan karena menganggap forum tersebut bersifat lebih akademis dan tidak mencampuri kedaulatan negara.

Dalam konteks keamanan, kehadiran Tiongkok membuat negara di luar kawasan seperti AS untuk berperan lebih besar sebagai penyeimbang. Situasi ini membuat Indonesia dan ASEAN mencari formula yang tepat untuk mengelola kekuatan – kekuatan besar yang hadir di kawasan. International Crisis Group (ICG) melihat Jakarta memiliki peran dalam sengketa LTS dengan cara menyeimbangkan kekuatan pengklaim di kawasan. Secara khusus, ICG menyebut Jakarta melakukan “balancing between Beijing and Washington”.

Yang pasti, lanjut Agus, peran Indonesia sangat positif.  Indonesia beberapa kali memiliki peran besar dalam konflik di kawasan seperti Konflik Kamboja, Konflik antara MNLF dengan pemerintah Filipina, dan konflik antara Kamboja – Thailand dalam memperebutkan Candi Preah Vihear dsb. Ayah dengan tiga anak ini cukup optimis bahwa Indonesia mampu menjadi pemimpin kawasan sekaligus menjadi mediator yang disegani dalam diplomasi internasional.

Saat ini, Dr. Agus Haryanto telah aktif mengajar, mengikuti berbagai diskusi ilmiah tentang isu keamanan dan politik luar negeri. Bahkan hasil kajiannya dalam proses penerbitan, yaitu buku berjudul “Diplomasi Indonesia: Realitas dan Prospek”.

*ditulis oleh PSI FISIP Unsoed

artikel asli disini

Mahasiswa HI FISIP UNSOED Dalami Kawasan Amerika Eropa Bersama Kemenlu

Oleh: PSI FISIP UNSOED

‘Diplomacy without economic power is like music without instruments’

Fokus hubungan internasional saat ini adalah pencarian sumber daya dan perdagangan, proteksi kedaulatan nasional, jika mungkin disertai dominasi regional/global.  Politik global saat ini masih didominasi Negara-negara liberal, kapitalis dan demokratis (AS-Eropa). Hal ini masih mendominasi system geopolitik  dunia.

Pembicara lulusan S-3 Ecole des Hautes Etudes Internationales Paris, mampu membuka wawasan mahasiswa dengan paparannya. Beliau menyadarkan bahwa hingga saat ini Indonesia masih dianggap hanya sebagai mitra prospektif, bukan mitra utama perdagangan dan investasi bagi sebagian besar negara di kawasan Amerika dan Eropa. Sebaliknya, Eropa menjadi sangat penting karena menjadi pasar utama bagi ekspor Indonesia.

Paparan dalam Kuliah Umum Jurusan HI FISIP ini sangatlah menarik, disajikan oleh Leonard F Hutabarat Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan (P2K2) Amerika dan Eropa, BPPK, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Kuliah Umum Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional ini dibuka secara resmi oleh Dr. Joko Santoso  Wakil Dekan I Fisip Unsoed. Beliau turut mengapresiasi kehadiran pembicara yang telah meluangkan waktu dan fikiran untuk berbagi ilmu serta pengalaman bersama sekitar 150 mahasiswa ini.

Mengkaji kawasan ini menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan volume perdagangan dan investasi dengan Kawasan Amerika dan Eropa. Leonard menegaskan bahwa Indonesia harus membuat grand strategy untuk perdagangan dan investasi; meningkakan peran market intelligence and research untuk identifikasi potensi pasar dan produk yang mendapat permintaan tinggi di kawasan UE; hingga peningkatan kapasitas produsen lokal untuk meningkatkan kualitas produk dan memenuhi standar UE.

Hubungan Eropa dengan Rusia yang masih menghangat tidak terlepas dari bahasan dalam kuliah umum. Bahkan hingga ‘proxy war’ Rusia dengan AS di Timur Tengah semakin menegaskan bahwa peta geopolitik dunia senantiasa berhubungan dengan motif ekonomi, kepemilikan sumber daya. Pertarungan hegemoni negara besar masih dalam koridor tatanan internasional. Yang terjadi adalah memperkuat posisi dalam system internasional (baik DK PBB, WTO, IMF, Bank Dunia maupun G-20) bukan berupaya menggantikannya, tutur Leonard F Hutabarat.

Ketua Jurusan HI FISIP Muhammad Yamin, M.Si merasakan kebahagiaan tersendiri karena Kepala Pusat K2P2 Kemenlu berkenan memberikan materi kuliah umum kali ini. Selain itu, M Yamin juga berharap agar kerjasama dengan Kemenlu semakin intensif, seperti seminar, pengkajian isu-isu internasional, Focus Group Discussion (FGD) serta program magang bagi mahasiswa.

HI FISIP UNSOED, Maju Terus Pantang Menyerah !

Artikel asli disini

BEKALI KEMAMPUAN RISET MAHASISWANYA LEWAT PRAKTIKUM GLOBALISASI DI BANYUMAS

Praktikum mata kuliah Globalisasi di Program Studi Hubungan Internasional FISIP UNSOED ini bertujuan untuk mengenalkan mahasiswa pada dampak dan peluang yang diciptakan seiring dengan globalisasi di Kabupaten Banyumas dan sekitarnya, seperti: bidang ekonomi, sosial budaya, keamanan, lingkungan dan isu perempuan. Hal ini diwujudkan dalam bentuk observasi yang hasilnya dipresentasikan oleh mahasiswa pada hari Jumat tanggal 21 Desember 2012 di Prodi Hubungan Internasional (HI) FISIP UNSOED.
Sesuai dengan capaian pembelajaran yang ingin diraih oleh Prodi HI yaitu membekali mahasiswa dengan kemampuan riset sejak dini, selain dibekali dengan mata kuliah yang bersifat teori, metodologi, juga mata kuliah yang berkenaan dengan isu-isu dalam hubungan internasional. Dalam praktikum mata kuliah Globalisasi, mahasiswa melakukan proses observasi dengan isu yang beragam, antara lain: perdagangan bebas, isu terorisme, implementasi rejim lingkungan internasional di daerah, isu migrasi internasional dan pergeseran budaya lokal karena adanya globalisasi budaya. Praktikum ini dibimbing oleh Renny Miryanti, S.IP., M.Si., Sri Wijayanti, S.IP., M.Si., Nuriyeni Kartika Bintarsari, S.IP., MA., Arif Darmawan, S.IP., M.Si. dan Achmad Sururi, S.IP., MA.
Dari hasil observasi yang dilakukan mahasiswa, ternyata dampak globalisasi telah menyentuh sampai di tingkatan lokal dan dalam berbagai isu kehidupan. Seperti dampak globalisasi ekonomi di daerah dengan studi kasus perusahaan waralaba internasional, juga tentang upaya petani gula Cilongok Banyumas untuk menembus pasar global, respon isu terorisme di kalangan mahasiswa maupun siswa SMA, selain itu juga dilakukan observasi tentang implementasi rezim lingkungan internasional di Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Purbalingga. Globalisasi dan isu perempuan dibahas dengan fokus pengaruh migrasi internasional terhadap peningkatan kapasitas buruh migran Indonesia. Mulai ditinggalkannya permainan tradisional dan eksistensi bahasa lokal karena pengaruh globalisasi juga nenjadi topik yang diobservasi oleh mahasiswa atas dasar kepedulian terhadap kearifan lokal di tengah gempuran budaya global.
Praktikum ini diharapkan bisa melatih skill penelitian mahasiswa untuk melakukan prosedur penelitian yang benar, bisa membuka wawasan terhadap perkembangan-perkembangan serta dampak globalisasi sekaligus berinteraksi langsung dengan masyarakat di sekitarnya. Praktikum ini juga diharapkan mengasah kemampuan mahasiswa HI dalam menyampaikan gagasan di muka umum secara sistematis dengan menggunakan berbagai fasilitas teknologi informasi.

Ditulis oleh Renny M

Artikel asli disini